Sabtu, 26 November 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TBC


BAB I
PENDAHULUAN
A           Latar  Belakang
Masalah kesehatan adalah merupakan masalah yang utama yang berpengaruh dalam kehidupan manusia. Khususnya dinegara-negara berkembang masalah kesehatan sangat kompleks sekali dimana masalah-masalah tersebut berkaitan erat dengan kemiskinan, usia lanjut, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah standard dan perawatan yang tidak adekuat. (Smeltzer dan Bare, 1997, h. 584). Adapun salah satu penyakit akibat masalah diatas adalah penyakit tuberkulosis yang masih menjadi sorotan di negara-negara baik yang sedang berkembang maupun dinegara-negara industri.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan bermasyarakat diseluruh dunia. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer & Bare, 2001). Angka mortalitas dan morbilitas penyakit tuberkulosis terus meningkat. Dimana penyakit ini dikenal sebagai penyakit infeksi yang menular kepada orang lain. Meskipun paling sering terlihat sebagai penyakit paru, tuberkulosis dapat mengenai selain paru (16 %) penyakit paru dan mempengaruhi organ dan jaringan lain.(Doenges, 2000, h. 421) tuberkulosis paru merupakan penyakit menular melelui sistem pernapasan dan dapat mengancam kehidupan bila tidak diobati.
Penanggulangan tuberkulosis dinegara berkembang masih belum memuaskan, karena angka kesembuhan hanya mencapai 30% saja. Namun di Indonesia penyakit tuberkulosis menempati urutan penyebab kematian nomor 2.
Dengan semakin berkembangnya ilmu keperawatan di Indonesia saat ini perawat tidak hanya dapat menguasai ilmu keperawatan dan mampu dalam melakukan tindakan keperawatan, tetapi dituntut harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih dalm mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis Paru. Perawat diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui proses keperawatan. Agar tidak ada penyebaran dan komplikasi lebih lanjut.





B            Tujuan Penulisan
1.          Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tuberkulosis paru.
2.          Tujuan Khusus
a.    Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Tuberkulosis Paru.
b.    Dapat merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan Tuberkulosis Paru
c.    Mampu menyusun rencana tindakan pada klien dengan Tuberkulosis Paru
d.   Mampu melaksanakan tindakan  keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis Paru.
e.    Mampu Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis Paru.
f.     Mampu membuat perencanaan pulang pada klien dengan Tuberkulosis Paru.
g.    Mampu mendokumentasikan setiap tindakan pada klien dengan masalah Tuberkulosis Paru.

C           Metoda penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang bersifat menggambarkan suatu peristiwa (kasus) yang objektif. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1.          Studi kepustakan, yaitu dengan mempelajari dan mengutip sumber yang dapat di jadikan sebagai landasan ilmiah dalam proses penyelesaian dan penulisan makalah ini.
2.          Studi Kasus, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung dengan klien Tuberkulosis Paru selama dirawat di rumah sakit, mengadakan diskusi dengan pembimbing makalah serta dokter dan perawat di Ruang Rawat Umum RSU “Bethesda” Serukam.
3.          Studi dokumentasi, yaitu melalui catatan, kartu klinik klien selama dirawat di rumah sakit.
4.          Wawancara langsung dengan klien dan keluarga.





D           Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORI
Konsep Dasar Penyakit
Anatomi Fisiologi Pernafasan
a.  Anatomi Sistem Pernapaan Atas
1)      Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
2)      Sinus Paranasal
Sinus-sinus paranasal termasuk empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh kumosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semua yang bersilia. Rongga-rongga udara ini dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengalir ke dalam rongga hidung. Sinus-sinus disebut berdasarkan letaknya, yaitu: sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris.
3)      Konka ( tulang turbinasi)
Tulang turbinasi, atau konka nama yang ditunjukkan oleh penampilannya yang seperti siput, mengambil bentuk dan posisi sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan permukaan membran mukosa saluran hidung dan untuk sedikit menghambat arus udara yang mengalir melaluinya.
4)      Faring, Tonsil, dan Adenoid
Faring, atau tenggorok, adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region: nasal, oral, dan laring.
5)      Laring
Laring, atau organ suara, adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing yang memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara.

b.      Anatomi Paru
1)      Pleura
Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
2)      Mediastinum
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.
3)      Lobus
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi manjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.
4)      Bronkus dan Bronkiolus
Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memiliki posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfarik, dan saraf.
5)      Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi are 70 meter persegi (seukuran lapangan tenis).




2.      Definisi
a.    Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan penularan melalui udara (Black, 1997,
h. 1140 )
.
b.   Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer & Bare, 1997, h. 584).
c.    Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik pada paru yang karakteristiknya melalui formasi tuberkel atau granulomas (Luckman & Sorensens, 1993, h. 1045).
3.      Etiologi
     Penyebab utama penyakit tuberkulosis paru adalah mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Mycobacterium bovis dan Mycobacterium avium pernah tetapi kejadiannya jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosi (Smeltzer dan Bare, 1997, h.584).
4.      Patofisiologi
     Individu rentan ynag menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, dan Korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon sistem imun. Penyakit aktif juga dapat terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih bengkak, mengakibatkan terjadinya bronko pneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proes tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah kehilum paru-paru dan kemudian meluas kelobus yang berdekatan. Proses infeksi umumnya secara laten tidak menunjukkan gejala sepanjang hidup, sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif dan menjadi sakit TB. Dengan integritas kekebalan yang menurun karena malnutrisi, infeksi HIV, supresi kekebalan immunoterapi, atau bertambahnya usia (Smeltzer dan Bare, 2001, h. 585).
























5.      Patoflodiagram
(Sumber: Smeltzer dan Bare, 2001, hal. 585)
Kuman/basil masuk (Mycobacterium Tuberculosis)
Penularan  melalui droplet infection, batuk, bernafas (udara yang dihirup)
Infeksi bronkus
Penyebaran melalui udara
Resiko penularan
Peradangan paru
Nyeri dada, sesak, batuk
Penumpukkan eksudat dalam alveolus
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Terapi obat
Kurang informasi
Kurang pengetahuan
Efek samping obat: Mual muntah
Anoreksia
Gangguan nutrisi
Kelemahan fisik
Imobilitas fisik
Gangguan istirahat dan tidur
Hipertermi
 


































6.      Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang menyertai penyakit tuberkulosis paru adalah:
a.    Demam
b.    Keletihan Anoreksia
c.    Penurunan berat badan
d.   Berkeringat malam
e.    Nyeri dada
f.     Batuk menetap lebih dari 3 minggu; batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang kearah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemotipsis (Smeltzer & Bare, 1997, h.585).
7.       Cara Penularan
Penyakit tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui:
a.    Berbicara
b.    Batuk
c.    Bersin
d.   Tertawa
e.    Menyanyi
(Smeltzer & Bare, 2000, h.585).
8.      Pemeriksaan diagnostik
a.    Kultur sputum :
Pada pemeriksaan ini hasilnya positif unutk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
b.    Ziehl - Nealsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah ): positif untuk basil asam cepat.
c.    Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan Voll mer):
Reaksi positif carea indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen menunjukan penyakit aktif reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh micobacterium yang berbeda.
d.   Foto toraks:
Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk, area fibrosa.

e.    Histologi atau kultur jaringan paru :
Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
f.     Elektrosit :
Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatreamia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luar.
g.    GDA : dapat normal tergantuing lokasi dan berat dan kerusakan sisa pada paru.
h.    Pemeriksaan fungsi paru :
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luar).(Doenges, 2000, h. 241-242).
9.      Komplikasi
a.    Pleuritis.
b.    Efusi pleura.
c.    Empiema.
d.   Laringitis.
e.    Menjalar ke organ lain (otak, tulang, ginjal, kulit dan usus)
(FKUI, 2000. h. 829).
10.   Penatalaksanaan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens antituberkulosis) periode 6-12 bulan.
a.    Lima garis depan digunakan adalah:
1)   Isoniazid (INH)                : 5 mg/Kg/hr ( IM/PO)   
2)   Rifamfisin (RIF)              : 10 mg/Kg/hr ( PO )
3)   Etambutol (EMB)            : 15-25 mg/Kg/hr ( PO )
4)   Streptomisin (SM)            : 15 mg/Kg/Hr ( IM )
5)   Pirazinamid (PZA)           :  15 – 30 mg/Kg/hr ( PO )
b.    Obat-obat baris kedua adalah :
1)   Kapreomisin                                 :  15 – 30 mg/Kg/Hr ( IM )
2)   Kanamicin                                    :  15 – 30 mg/Kg/Hr ( IM )
3)   Etionamid                                     :  15 – 20 mg/Kg/Hr ( PO )
4)   Natrium para amino salisilat         :  150 mg/Kg/Hr ( PO )
5)   Sikloserin              :  15 mg/Kg ( PO )
( Black, 1997, h. 1140 ).
A.  Konsep Dasar Keperawatan
1.    Pengkajian
        Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Dikutip dari Iyer, et. al., 1996 (Nursalam, 2001, h. 17).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan askep sesuai dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan.Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data yag terdiri dari tiga metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data focus. Dikutip dari Iyer, et. al., 1996 (Nursalam, 2001, h. 25).Untuk kasus  tuberculosis paru menurut Doenges (2000, h. 241),  pengkajian yang dilakukan meliputi:
a.    Identitas
Kajian ini meliputi nama, initial, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab, serta hubungannya dengan klien.
b.    Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah diderita dari masa kanak-kanak sampai dewasa, termasuk pengalaman operasi atau cedera akibat kecelakaan, hal ini penting untuk memaparkan masalah kesehatan klien yang mungkin dapat menyebabkan komplikasi lebih berat terhadap penyakit tuberculosis ini.
c.    Riwayat Penyakit Sekarang
1)   Keluhan Utama
Keluhan demam malam, keringat malam, batuk-batuk berdahak/berdarah,susah bernapas, keletihan, berkeringat malam, napsu makan berkurang, penurunan berat badan.
2)   Riwayat Perjalanan Penyakit
Berapa lama sakit dialami, hal-hal yang memperingan / memperberat penyakit.


d.   Pola Kesehatan
1.      Pola Aktivitas / Istirahat
Klien dapat mengalami penurunan kelemahan, napas pendek karena  kerja, kesulitan tidur pada malam hari, demam malam hari, menggigil atau berkeringat. Ditandai dengan kelemahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut).
Pola Integritas ego
Klien dapat mengalami stress, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/ tak ada harapan ditandai menyangkal, ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
Pola Nutrisi Metabolik/ cairan
Klien dapat mengeluh kurang nafsu makan,tak dapat mencerna, penurunan berat badan. Ditandai dengan turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik,kehilangan otot/hilang lemak subkutan
Pola Nyeri / Kenyamanan
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang, Ditandai perilaku distraksi dan gelisah.
Pola Pernapasan
Klien mengeluh batuk, produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu terinfeksi. Ditandai dengan peningkatan frekuensi, pengembangan pernapasan tak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus, bunyi napas: menurun, tubuler dan atau bisikan pectoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek Karakteristik sputum hijau/purulen, mukoid kuning, atau bercak darah, perubahan mental (tahap lanjut).
Pola interaksi sosial
Klien merasa terisolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
Penyuluhan/pembelajaran
Ditandai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita TBC, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya penyakit serta tidak mau berpartisipasi dalam terapi.(Doenges, 1999, h. 240 - 241)

a.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Dikutip dari Carpenito, 2000 (Nursalam, 2001, h. 35).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman dia mampu dan mempunyai kewenangan memberikan tindakan  keperawatan. Dikutip dari Gordon, 1976 (Nursalam, 2001, h. 35).
Menurut Doenges (1999, h. 242 – 248), diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan tuberkulosis paru adalah :
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekret kental, upaya batuk buruk, kelemahan, edema trakeal/faringeal.
b.      Resiko tinggi penyebaran infeksi/aktivasi ulang penyakit b.d pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan/penambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan  untuk menghindari pemajanan patogen.
c.       Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, sekret kental, edema bronkhial.
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea, anoreksia.
e.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,aturan tindakanan, pencegahan b,d kurang sumber informasi.          

Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menetapkan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan . Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan penyimpulan rencana dokumentasi.
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. (Nursalam, 2001, h. 52). Terdapat 3 (tiga) tindakan dalam tahap rencana tindakan yaitu rencana tidakan perawat, rencana tindakan pelimpahan (delegasi) dan program atau perintah medis yang ditujukan untuk klien yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh perawat.
Setelah penyusunan prioritas perencanaan diatas maka langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul  pada Tuberkulosis paru  menurut Doenges (2000, h. 242-249), adalah sebagai berikut:
a.       Bersihan jalan napas tak efektif efektif b.d sekret kental, upaya batuk buruk, kelemahan, edema trakeal/faringeal.
Tujuan               : Jalan napas klien bersih dan tidak ada sekret.
Kriteria Hasil     :            Mempertahankan jalan napas, mengeluarkan sekret tanpa bantuan., menunjukkan prilaku mempertahankan bersihan jalan napas dan klien berpartisipasi dalam pengobatan..

Rencana Tindakan:

1)     Kaji fungsi pernapasan, bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot dan aksesori.
Rasional : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, Ronki, mengi menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot  aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan
2)     Kaji kemampuan untuk batuk efektif, karakter dan jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut
3)     Berikan posisi semi fowler.
Rasional: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
4)     Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.
Rasional: Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.           
5)     Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari.
Rasional: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
Kolaborasi :
6)     Pemberian obat kortikosteroid sesuai pesanan
Rasional: Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respon inflamasi mengancam hidup.
b.      Resiko tinggi penyebaran infeksi/aktivasi ulang penyakit b.d pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan/penambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan  untuk menghindari pemajanan patogen.
Tujuan               : Setelah diberikan intervensi tidak terjadi penyebaran infeksi dan penularan penyakit terhadap orang lain.
Kriteria hasil      : Dapat menentukan intervensi mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, klien dan keluarga melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji patologi penyakit fase aktif/tidak aktif dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menangis.
Rasional: Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi.
2)      Observasi tanda-tanda vital (TD, DN, S, N).
Rasional : Perubahan  nilai tanda vital merupakan indikator adanya infeksi lanjut.
3)      Anjurkan klien untuk batuk/bersin menggunakan tisu dan buang pada tempat yang tepat serta cuci tangan dengan desinfektan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
Rasional : mencegah terjadinya penularan nasokomial dari pasien ke perawat atau orang lain.
4)      Identifikasi orang yang berisiko terinfeksi.
Rasional: orang yang terpajan ini perlu program pengobatan untuk cegah penularan dari klien pada orang lain.
5)      Jelaskan cara penularan penyakit dan cara menguranginya.
Rasional:  pengetahuan tentang ini dapat menurunkan resiko infeksi dengan merubah pola hidup.
Kolaborasi:
6)      Berikan agen anti infeksi sesuai dengan indikasi
Rasional: Agen anti infeksi dapat digunakan sebagai pengobatan dan cegah komplikasi lanjut.
7)      Tekankan untuk tidak menhentikan  terapi obat.
Rasional: Karena penyebaran infeksi dapat berlanjut.
c.       Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d  penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, sekret kental, edema bronkhial.
Tujuan               :            Setelah dilakukan intervensi keperawatan klien tidak mengalami kerusakan pertukaran gas CO2 dan O2
Kriteria Hasil     :            Perbaikan ventilasidan oksigenisasi jaringan adekuat dengan gas darah analisa dalam rentang normal.

Rencana Tindakan:

1)      Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatigue.
Rasional: TB paru menyebabkan efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleural, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distres pernapasan.
2)      Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu  oksigenisasi organ vital dan jaringan.
3)      Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.
4)      Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktifitas.
Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
 Kolaborasi :
5)      Berikan oksigen tambahan .
Rasional:: Alat dalam perbaikan hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.
d.      Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan               :            Meningkatkan perubahan/perilaku pola makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Kriteria Hasil     :            Menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-tanda malnutisi.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
2)      Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasikan kebutuhan/ kekuatan khusus.  Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3)      Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4)      Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional: Membantu menghemat energi, khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
5)      Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi
6)      Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
7)      Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi.
Rasional: Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pernapasan pada perut yang penuh
8)      Berikan terapi parenteral sesuai indikasi.
Rasional: Membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral
e.       Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan dan pencegahan    berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan               : Setelah diberikan intervensi klien dan keluarga menunjukkan perubahan prilaku untuk memperbaiki kesehatan.
Kriteria Hasil     : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Rencana Tindakan:
1)      Kaji kemampuan belajar pasien.
Rasional: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
2)      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan napas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang atau efek obat yang memerlukan evaluasi.
3)      Tekanan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat serta  pemasukan cairan adekuat.
Rasional: Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengencerkan/ mengeluarkan sekret.
4)      Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan.
Rasional: Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan menguatkan belajar
5)      Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian dan kerja yang diharapkan.
Rasional: Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien .
6)      Kaji bagaimana Tuberkulosa ditularkan dan bahaya reaktivasi
Rasional: Pengetahuan dapat menurunkan risiko penularan/ reaktivitas ulang.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan tuberkulosis paru, maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan harus berdasarkan prioritas masalah keperawatan yang muncul. Menurut Doenges, (2000) prioritas keperawatan sesuai dengan “Teori Maslow”.  adalah sebagai berikut:
1.    Meningkatkan/mempertahankan ventilasi/oksigenisasi adekuat.
2.    Mencegah penyebaran infeksi
3.    Mendukung perilaku/tugas untuk mrmpertahankan kesehatan,
4.    Meningkatkan koping strategi efektif
5.    Memberikan informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Dikutip dari Iyer, et-al., 1996 (Nursalam. 2001, h. 63). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan mengacu pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. (Nursalam, 2001, h. 63).
Dikutip dari Griffit, 1968 (Nursalam, 2001, h. 63) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan tindakan keperawatan ada 3 tahap yang harus dilalui yaitu:
a.        Fase persiapan, meliputi :
1)      Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan.
2)      Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan.
3)      Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul dari tindakan keperawatan.
4)      Menentukan dan mempersiapkan  peralatan.
5)      Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
b.      Fase Intervensi, terdiri dari :
1)      Independen yaitu tindakan yang dilakukan perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter / tenaga kesehatan lain.
2)      Interdependen yaitu tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan laiannya.
3)      Dependen yaitu tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.
c.      Fase Dokumentasi
         Merupakan pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Ada 3 type system pencatatan pada dokumentasi,yaitu :
1)      Sources – Oriented Records (SOR)
SOR adalah catatan yang berorientasi pada sumber. Model ini menempatkan catatan dasar atas disiplin  orang atau sumber yang mengelola pencatatan. Catatan berorientasi pada sumber terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a)          Lembar penerimaan berisi  biodata
b)         Lembar order dokter
c)          Lembar riwayat medik/penyakit
d)         Catatan perawat
e)          Catatan dan laporan khusus
2)      Problem Oriented Records (POR)
POR adalah catatan yang berorientasi pada masalah. POR memusatkan data tentang klien didokumentasikan dan disusun menurut masalah klien. Sistem dokumentasi jenis ini mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan yang lain yang terlibat dalam pemberian layanan kepada klien. Model dokumentasi ini terdiri dari 4 komponen terdiri dari:
a)         Data dasar, berisi semua informasi yang telah dikaji dari klien ketika pertama kali masuk rumah sakit
b)        Daftar masalah, berisi tentang masalah yang telah teridentifikasi dari data dasar yangmencakup masalah fisiologis, psikologis, sosiokultural dan spritual, tumbuh kembang, ekonomi dan lingkungan.
c)         Daftar awal rencana asuhan, terdiri dari diagnostik, usulan terapi dan pDendidikan klien.
d)        Catatan perkembangan, berisikan perkembangan atau kemajuan dan tiap-tiap masalah yang telah dilakukan tindakan; dan disusun oleh senmua anggota yang terlibat.
3)      Progress- Orinted Record
Adalah catatan yang berorientasi pada perkembangan atau kemajuan yang terdiri dari catatan perawat, lembar alur dan catatan pemulangan dan ringkasan rujukan. (Nursalam, 2001, h. 125-126)
b.      Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Dikutip dari Ignatapicius dan Bayne, 1994 (Nursalam, 2001, h. 71 ).
Evaluasi terdiri atas 2 jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif/proses merupakan evaluasi jangka pendek yang dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu efektifitas terhadap tindakan dan dilaksanakan terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai, sedangkan evaluasi sumatif/ hasil merupakan evaluasi jangka panjang yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna dan dapat menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang telah diberikan. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini umumnya menggunakan system SOAP. (Nursalam, 2001, h. 74).
Tujuan evaluasi yang diharapkan dalam pemberian asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru adalah :
a.       Bersihan jalan napas teratasi
b.      Resiko tinggi penyebaran infeksi  dan penularan peyakit tidak terjadi
c.       Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
d.      Resiko tinggi gangguan nutrisi tidak terjadi
e.       Kurang pengetahuan tentang penyakit teratasi.Perencanaan Pulang
Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan tindakan.
Tujuan Pemulangan:
a.        Fungsi pernapasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu
b.        Komplikasi dicegah
c.        Pola hidup atau perilaku berubah diangkat untuk mencegah penyebaran infaksi
d.       Proses penyakir/prognosis dan program pengobatan dipahami.
Setelah klien dirawat di rumah sakit, pada tahap perencanaan perlu direncanakan  untuk pemulangan klien agar setiap apa yang didapatkan oleh klien di rumah sakit dapat diterapkan oleh pasien seperti hal-hal berikut ini:
1.        Minum obat sesuai dengan resep dokter.
2.        Tutup mulut dan hidung bila bersin, batuk, dan tertawa.
3.        Cuci tangan dan hati-hati setelah kontak dengan produk tubuh, pakai masker atau jaringan yang kotor. Batuk dengan tissue dan buang ditempat tertutup atau dibakar.
4.        Gunakan masker pada situasi yang tepat dan gunakan dngan tepat.
5.        Usahakan banyak istirahat, lingkungan yang bersih selama perawatan di rumah, perhatikan ventilasi rumah dan perhatikan gizi yang baik.
6.        Jangan menghentikan pengobatan sebelum waktu yang telah ditentukan agar tidak resistensi terhadap obat.
7.        Minta bantuan keluarga untuk pengawasan minuim obat.
8.        Berikan penyuluhan secara tertulis terhadap  penyakit, dan terapi yang diberikan.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar